LEADERSHIP / KEPEMIMPINAN [1]
Pada dasarnya, setiap manusia memiliki jiwa
sebagai pemimpin sejak lahir, namun perkembangan lingkungan dan kedewasaan
dalam bersosialisasi dapat mempengaruhinya, apakah dapat berkembang atau bahkan
hilang sama sekali
Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil
dari proses perubahan karakter atau transformasi internal dalam diri seseorang.
Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari
proses panjang perubahan dalam diri seseorang.
Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika terjadi
kedamaian dalam diri (inner peace) dan membentuk bangunan
karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai memberikan
pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan
dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati.
Jadi pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari
luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang.
Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside out).
Pemimpin adalah seorang pemberi semangat (encourager),
motivator, inspirator, dan maximizer. Konsep pemikiran seperti ini
adalah sesuatu yang baru dan mungkin tidak bisa diterima oleh para pemimpin
konvensional yang justru mengharapkan penghormatan dan pujian (honor and
praise) dari mereka yang dipimpinnya. Semakin dipuji bahkan dikultuskan,
semakin tinggi hati dan lupa dirilah seorang pemimpin. Justru kepemimpinan
sejati adalah kepemimpinan yang didasarkan pada kerendahan hati (humble).
Seperti yang dikatakan oleh penulis buku terkenal, Kenneth
Blanchard, bahwa kepemimpinan dimulai dari dalam hati dan keluar untuk melayani
mereka yang dipimpinnya. Perubahan karakter adalah segala-galanya bagi seorang
pemimpin. Tanpa perubahan dari dalam, tanpa kedamaian diri, tanpa kerendahan
hati, tanpa adanya integritas yang kokoh, daya tahan menghadapi kesulitan dan
tantangan, dan visi serta misi yang jelas, seseorang tidak akan pernah menjadi
pemimpin.
Setiap kita memiliki kapasitas untuk menjadi pemimpin. Dalam
tulisan ini saya memperkenalkan jenis-jenis kepemimpinan.
-
Pertama, kepemimpinan yang
memiliki kecerdasan atau intelligence (seperti dalam IQ – Kecerdasan
Intelektual, EQ – Kecerdasan Emosional, dan SQ – Kecerdasan Spiritual) yang
cukup tinggi.
-
Kedua, kepemimpinan yang
memiliki Quality, baik dari aspek visioner maupun aspek manajerial.
-
Ketiga, kepemimpinan yang
memiliki “qi” (dibaca ‘chi’ – bahasa Mandarin yang berarti energi kehidupan).
-
Keempat kepemimpinan yang sungguh-sungguh
mengenali dirinya (qolbu-nya) dan dapat mengelola dan mengendalikannya (self
management atau qolbu management).
Menjadi seorang pemimpin berarti menjadi seorang yang selalu
belajar dan bertumbuh senantiasa untuk mencapai tingkat atau kadar (intelligence
– quality – qi — qolbu) yang lebih tinggi dalam upaya
pencapaian misi dan tujuan organisasi maupun pencapaian makna kehidupan setiap
pribadi seorang pemimpin.
Gaya kepemimpinan
Dalam kaitannya dengan hal ini, sebelum kita
mengklasifikasikan gaya
kepemimpinan seperti pada judul diatas, maka saya akan mengulas sedikit
mengenai faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kepemimpinan / leadership.
Dalam suatu kelompok dalam masyarakat,
seperti organisasi konvensional / modern, perusahaan atau instansi maka sudah
pasti ada seseorang yang bertindak sebagai pemimpin, misalnya dalam organisasi
politik ada Ketua Umum, dalam organisasi perusahaan ada Administrator /
manajer, dalam sebuah kelas ada Ketua Kelas, pada Universitas ada Rektor dan lain
sebagainya.
Dengan adanya pemimpin, sudah pasti pula ada
pengikutnya, akan tetapi, pengikut tidak sama dengan bawahan atau anak buah.
Misalnya dalam sebuah partai politik tidak dapat dikatakan sebagai anak buah
atau bawahan, akan tetapi lebih tepat kalau disebut pengikut, simpatisan atau
kader, dikatakan demikian karena pengikut umumnya dengan sendirinya telah
memberikan kepercayaan penuh kepada sang Ketua Umum atas ideologi dan
tindakannya.
Pada sebuah struktur organisasi formal,
misalnya suatu perusahaan, lazim disebut karyawan / pegawai / bawahan / anak
buah, dan disini, anak buah mau atau tidak mau, suka atau tidak suka harus
tunduk dengan sang administrator / manajer dan hubungan antaranya biasanya
hanya sebatas pekerjaan.
Menurut Prof. Drs. Onong Uchjana
Effendy, M.A, dalam Psikologi Manajemen dan Administrasi (1989 : 169),
kepengikutan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
- Kepengikutan Berdasarkan Naluri
Dalam klasifikasi ini, terjadinya kepengikutan pada sejumlah orang
disebabkan timbulnya dorongan untuk menaruh kepercayaan kepada seseorang,
sehingga mereka bersedia untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang
dikehendaki orang yang memperoleh kepercayaan itu. Orang yang menerima
kepercayaan itu diakui sebagai pemimpin karena dianggapnya mampu melindungi
kepentingan atau mewujudkan aspirasi orang-orang yang menaruh kepercayaan
tadi.Kepemimpinan dan kepengikutan jenis ini dinamakan kepemimpinan kharismatik
(charismatic leadership).
- Kepengikutan Berdasarkan Tradisi
Kepengikutan ini timbul disebabkan adanya kebiasaan secara turun menurun.
Kepengikutan jenis ini terdapat baik dalam masyarakat skala besar seperti
negara, maupun dalam skala kecil seperti desa. Dalam kepengikutan jenis ini,
orang-orang yang menjadi pengikutnya tidak melakukan penilaian terhadap benar
salahnya atau baik buruknya kebijakan yang dijalankan pemimpin.
- Kepengikutan Berdasarkan Agama
Para pengikut berdasarkan agama acapkali bersifat fanatik,
berani mati, karena matinya itu demi Tuhan penguasa dunia akhirat. Khalayak yang
menjadi pengikut pimpinannya berdasarkan agama menganggap bahwa pimpinannya itu
adalah orang yang dapat diandalkan dan dapat dipercaya, karena sebagai tokoh
agama ia selain menguasai ketentuan-ketentuan agama mengenai apa yang harus
dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan, ia sendiri yang pertama-tama
akan mematuhinya.
- Kepengikutan Berdasarkan Rasio
Kepengikutan ini dapat dijumpai di kalangan orang-orang terpelajar dalam
suatu masyarakat. Mereka mengakui seseorang sebagai pimpinannya berdasarkan pertimbangan
rasional, berlandaskan penalaran (reasoning). Biasanya, khalayak yang
secara rasional mengakui seseorang sebagai pemimpinnya karena orang itu
berpendidikan tinggi dan berwawasan luas. Oleh karena itu, khalayak menganggap
bahwa prilaku sang pemimpin itu didasari pemikiran yang matang dengan menyadari
akibat prilakunya itu, serta mengetahui pula tindakan apa yang dijadikan
antisipasi jika kegiatannya itu keliru.
- Kepengikutan Berdasarkan Peraturan.
Kepengikutan berdasarkan peraturan terdapat pada masyarakat modern, dimana
orang-orang mengelompokkan diri untuk mencapai suatu tujuan berdasarkan
kepentingan yang sama secara bersama-sama.
Setelah kita memahami klasifikasi kepengikutan seperti
yang saya kutip dari pendapatnya Pak Onong, mari kita bahas mengenai yang
namanya Gaya Kepemimpinan. Gaya Kepemimpinan ada 3 (tiga) bentuk,
yaitu:
- Otoriter (Authoritarian Leadership)
Seperti yang
kita ketahui, bahwa kekuasaan otoriter gaya
kepemimpinan berdasarkan pada kekuasaan yang mutlak dan penuh. Dengan kata
lain, sang pemimpin yang dalam kepemimpinan ini disebut juga sebagai diktator.
- Demokratis (Democratic Leadership)
Yang
dimaksud dengan gaya kepemimpinan demokratis
adalah gaya
atau cara memimpin yang demokratis, dan bukan karena dipilihnya si pemimpin
secara demokratis. Gaya
yang demokratis seperti ini misalnya saja si pemimpin memberikan kebebasan dan
keleluasaan kepada para bawahan dan pengikutnya untuk mengemukakan pendapatnya,
saran dan kritikkannya dan selalu berpegang pada nilai-nilai demokrasi pada
umumnya.
- Kepemimpinan Bebas (Laisez Faire Leadership)
Dalam
kepemimpinan jenis ini, sang pemimpin biasanya menunjukkan suatu gaya dan prilaku yang
pasif dan juga seringkali menghindari dirinya dari tanggung jawab. Dalam
prakteknya, Si pemimpin hanya menyerahkan dan menyediakan instrumen dan
sumber-sumber yang diperlukan oleh anak buahnya untuk melaksanakan suatu
pekerjaan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan pimpinan. Pimpinan yang
memiliki gaya
ini memang berada diantara anak buahnya, akan tetapi ia tidak memberikan
motivasi, pengarahan dan petunjuk, dan segala pekerjaan diserahkan kepada anak
buahnya.
Gaya kepemimpinan
diatas tidaklah dinilai baik buruknya akan tetapi dinilai dari cocok atau
tidaknya apabila diterapkan, tentunya disesuaikan dengan situasi / konteks yang
ada.
Demikian makalah yang sederhana ini,
selanjutnya dapat dikembangkan dengan diskusi.
Selamat berdiskusi !!!!
[1] Makalah, disampaikan pada
acara Pelatihan Kepemimpinan OSIS SMP Islam Pecangaan, Tgl 18 Desember 2008, di
SMP Islam Pecangaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar